Jumat, 30 Agustus 2019

Cerpen 2

HARAPAN YANG SIRNA

Bumi yang telah tercipta berjuta tahun lebih. Dihuni oleh manusia yang begitu banyak. Karakter masing-masing sungguh berbeda. Ada yang berperan sebagai tokoh protagonis dan ada juga yang berperan sebagai tokoh antagonis. Kehidupannya mengikuti takdir yang telah digariskan. Kebahagiaan hingga kesedihan menyelimuti setiap hari. Problem tak dapat dihindari. Pepatah mengatakan bahwa hidup tak indah apabila tanpa masalah. Intan, salah satu penghuni bumi mempercayai hal itu. 

Berkali-kali Intan telah bangkit dari jurang terdalam. Hingga akhirnya, sang penolong datang padanya. Beribu bahkan berjuta ucapan terimakasih dilontarkan olehnya. Sampai pada suatu saat, pria itu mampu memasuki hutan yang begitu menyeramkan. Dengan segenap keberaniannya, dia ubah hutan tersebut menjadi taman yang begitu indah. Entah bagaimana caranya dia melakukan semua itu. Intanpun begitu takjub melihatnya.

Pria itu adalah Dirga Saputra. Seseorang yang senantiasa berada di sisi Intan baik suka maupun duka. Sahabat yang begitu setia menemani Intan menghadapi segala problem. Persahabatan telah terjalin semenjak keduanya masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Tak ada lagi secret diantaranya, mereka telah terbuka satu sama lain.

Kini, Intan dan Dirga telah tumbuh dewasa. Menjadi wanita cantik nan mempesona dan menjadi pria tampan yang gagah. Setiap orang yang tak mengetahui hubungan mereka, pasti mengira sepasang kekasih. Tak hanya itu, perkataan para netizen bahwa keduanya merupakan pasangan serasi sudah menjadi santapan sehari-hari. 

"Oh yah, hari ini kita pulang bersama kan?" Ucap Intan kepada Dirga yang tengah sibuk memainkan gitar.
"I'm sorry, Intan. Aku ada jadwal les gitar." Jawab Dirga meyakinkan Intan.
"Yeah, It's okay. Aku bisa pulang sendiri." 

Bel tanda KBM berakhir berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar kelas. Begitupun dengan Intan. Ia berjalan menyusuri koridor sekolah. Melangkah dengan perlahan. Rasa bosan menghampiri tanpa adanya Dirga. Berbagai pertanyaan berkumpul di dalam pikiran. Tetapi, dengan cepat Intan menepis segalanya. 

Ponsel Intan berdering ketika ia akan terpejam. Tertera nama Dirga di layar ponsel. Intan mengangkat telepon tanpa mempedulikan rasa kantuknya.

Intan : Iya Dirga, Ada apa?
Dirga : Besok kau ada acara tidak?
Intan : Memangnya kenapa?
Dirga : Bagaimana kalau besok kita pergi ke mickeyland?
Intan : That's good idea. 
Dirga : Okay. Aku akan menjemputmu pukul 8 besok. See you.
Intan : See you.

Intan menutup telepon dari Dirga. Rasa kantuknya mendadak hilang. Ia beranjak dari kasur mencari dresscode apa yang harus dikenakannya esok hari. Bagaimanapun, Intan tak boleh terlihat buruk di hadapan Dirga. Setengah jam kemudian, Intan menemukan dresscode yang cocok. Kaos putih polos beserta celana jeans selutut. Ditambah sneakers yang akan membalut kakinya. Intan tersenyum sendiri melihat dirinya dalam cermin. 

Tepat pukul delapan pagi, Dirga sudah menunggu Intan di depan pagar rumah. Aura ceria terpancar dalam wajah Intan. Entah kebetulan atau memang skenario tuhan, hari itu keduanya mengenakan dresscode yang sama. Hanya saja, rambut pirang Dirga tertutup oleh topi berwarna hitam.

"Kau cantik hari ini." Dirga memuji Intan. Seseorang yang dipuji tersipu malu. Pipi chubbynya berubah menjadi kemerahan. Intan senang sekali Dirga memperhatikannya. Dan siapa sangka, kalimat singkat itu mampu membuat Intan menaruh hati kepada Dirga.

Mereka bersenang-senang di mickeyland. Suatu taman hiburan yang di dalamnya terdapat berbagai macam wahana bermain. Dari mulai level biasa sampai ekstrim. Untuk bisa menaiki setiap wahana, pengunjung harus mengantri terlebih dahulu. Antrian panjang terlihat bagi mereka yang menggunakan tiket reguler. Berbeda dengan tiket eksekutif yang hanya terlihat segelintir saja. Untungnya, Intan dan Dirga membeli tiket eksekutif mengingat hari ini adalah weekend. 

"Aduh, aku lelah sekali." Keluh Intan mengusap peluhnya yang hampir menetes.
"Intan, maukah kau mendengarkanku?" Tanya Dirga.
"Ya."

Dirga melantunkan lagu 'Beautiful In White' yang dinyanyikan oleh 'Westlife'. Suara merdu Dirga mampu membuat hati tenang dan damai. Intan telah siap menerima realita yang akan terjadi hari ini. Jawaban 'ya' sudah pasti terlontar dari mulutnya. 

"Bagaimana, bagus tidak?" 
"It's good. Really good. I like it." Intan memberikan tepuk tangan atas performance Dirga.
"Kau serius? Menurutmu, apa Sely akan menyukainya jika aku menyanyikan lagu itu untuknya? Jujur saja, aku sudah lama memendam peras..." Perkataan Dirga terpotong. Intan hanya menjawab sekenanya. Harapan yang diinginkan pupus seketika. Hatinya bagai tersayat pisau tajam. Meninggalkan bekas luka yang tak seberapa, namun menanamkan sakit yang luar biasa. Bukankah realita tak semanis ekspektasi?

Hari demi hari dan waktu terus berputar. Taman yang indah itu perlahan mulai sunyi. Tak ada yang ingin merawat taman tersebut. Mungkin dia lelah, atau dia sudah bosan? Entahlah. Intan tak pernah mengerti setiap alur yang dia buat. Baginya, lebih baik berada di dalam jurang daripada menghadapi kenyataan pahit seperti ini. Untuk apa dia ubah taman yang indah jika pada akhirnya dia merusak keindahan tersebut? Sudahlah. Hentikan segalanya. Intan sudah lelah berjalan di dalam labirin yang tak ada jalan keluarnya. Biarkan Intan mencari rute sendiri, rute tercepat menuju pelangi setelah hujan.

Kamis, 29 Agustus 2019

Cerpen 1

Halo teman-teman sekalian. Siang ini engga tau kenapa aku tiba-tiba aja terlintas imajinasi kayak gini. Ya udah daripada mubazir aku iseng aja tulis. Semoga sukaaa.


LEMPARAN CINTA

Terik matahari siang ini begitu menyengat kulit. Panas yang dipancarkan membuat makhluk di bumi membutuhkan tempat untuk berteduh. Tak hanya itu, sunscreen beserta suncblock sangat diperlukan di musim panas bulan Februari. Toko-toko penjual lotion pelindung matahari laris terjual habis.

Mikaila Putri. Yang kerap disapa dengan sebutan Mika. Seorang siswi kelas 11 IPA 5. Berperawakan mungil dengan kulit putih seperti wanita Jepang. Mata berkornea cokelat menambah aksen keindahan pria yang melihatnya. Bibir tipis yang dimilikinya begitu manis ketika senyuman terukir.

Di tengah teriknya sang raja siang, Mika memilih untuk duduk di samping papan skor. Sekolahnya sedang mengadakan turnamen bola voli antar kelas. Sebagai salah satu anggota OSIS, Mika diberi kepercayaan untuk menjadi penjaga papan skor. Tetapi, Mika tak hanya sendirian. Ia ditemani oleh Sandra Oktaviani, siswi kelas 11 IPA 2 sekaligus menjabat sebagai sekretaris OSIS. Pertandingan pada siang hari ini merupakan pertandingan antara 11 IPA 4 melawan 11 IPS 4. Papan skor yang terletak di sudut lapangan menunjukkan angka 2-4. Keunggulan masih didapatkan oleh kelas 11 IPS 4.

Prit. Prit.
Peluit tanda berakhirnya set pertama berbunyi. Pemain meninggalkan lapangan, mencari kawan sekelas untuk meminta sebotol air mineral. Tak jarang diantaranya yang mengusap keringat menggunakan kaos timnya. Mika memperhatikan para pemain yang begitu kelelahan demi memperjuangkan harkat dan martabat kelas masing-masing. Tak lama kemudian, peluit berbunyi kembali. Set kedua akan segera dimulai. Para pemain menuju posisi yang telah ditentukan. 11 IPA 4 berada di sisi kanan lapangan sedangkan 11 IPS 4 berada di sisi kiri lapangan.

Pertandingan dimulai. Pemain dari kelas IPS melakukan Service. Lapangan berubah menjadi ramai kembali. Para supporter dari setiap kelas menyemangati para pemain. Riuh tepuk tangan beserta sorak sorai memeriahkan pertandingan kali ini. Mika dan Sandra pun tak henti-hentinya menyoraki andalan mereka. Pemain dari kelas 11 IPS 4, yang Mika tak ketahui siapa namanya melakukan passing. Namun, bola yang dilambungkan meleset dan mendarat di dahi Mika.

"Aw." Mika mengaduh kesakitan.
"Maaf-maaf." Pelaku meminta maaf dari kejauhan sambil menyatukan kedua telapak tangannya dan disimpan di depan dada.
"Kau tak apa?" Tanya Sandra khawatir.
"Aku baik-baik saja." Jawab Mika.

Semenjak kejadian tersebut, Mika sering sekali membayangkan sosok pelempar bola itu. Entah kenapa, Mika ingin sekali mengetahui namanya. Ia tak mengerti perasaan apa yang tiba-tiba muncul begitu saja. Setelah sekian lama, Mika akhirnya mengetahui siapa dia. Sosok yang selama ini memenuhi pikirannya. Dia adalah Akram. Mika diam-diam mendengar salah seorang temannya memanggil namanya dan kebetulan saja Mika tepat berada di lokasi.

Akram Winata. Seorang pria dengan tubuh terbilang sedang. Rambut klimis ala pomed. Berkulit sawo matang nan eksotis. Pandai sekali dalam olahraga bola voli. Namun, dibalik kelebihannya, Akram memiliki sifat introvert. Dia, si pendiam yang begitu misterius.

Hari demi hari berlalu. Perasaan Mika untuk Akram terus tumbuh. Mika menyukai Akram. Ia ingin Akram menjadi miliknya bagaimanapun caranya. Dengan bantuan Rendi, teman Akram, kini Mika telah menyimpan nomor Akram di daftar ponselnya. Mika terkenal akan keberaniannya, maka tak heran jika ia berani menghubungi Akram terlebih dahulu.

Mika : Hai Akram, ini aku Mika. Gadis yang terkena lemparan bola darimu saat turnamen kemarin.

Akram : Hai Mika, aku minta maaf. Aku tak sengaja melakukannya.

Percakapan antara Mika dan Akram berlangsung begitu saja. Dari mulai topik yang biasa saja sampai topik yang menarik. Jantung Mika berdegup kencang, senyuman terukir setiap kali mendapatkan notifikasi dari Akram. Rasanya, musim semi tengah bersemayam di hatinya.

Semakin hari, keakraban Mika dan Akram mulai terlihat. Selain itu, kenyataan bahwa rumah mereka searah menjadi kesempatan bagi Mika. Terkadang mereka tak sengaja bertemu di gang kecil menuju sekolah. Itu merupakan hal yang paling menyenangkan karena Mika dapat berbincang cukup lama dengan Akram.

Mika selalu memprioritaskan Akram dibandingkan dirinya. Walaupun status mereka saat ini masih sekedar teman, namun Mika tak pernah mempedulikannya. Disaat Akram kesulitan dalam mengerjakan PR, Mika membantunya. Bahkan Mika sering sekali meminjamkan catatan untuk Akram.

12 Agustus 2015. Pada hari itu, Mika merasakan patah hati yang begitu hebat. Seakan ditusuk-tusuk menggunakan jarum, perih dan membekas. Seorang Akram yang selama ini Mika menyangka bahwa dia menyukainya, ternyata salah. Tepat di posisinya, Mika melihat bahwa Akram tengah bergandengan dengan wanita lain. Mika tak mengetahui siapa wanita itu. Bulir-bulir air mata mulai berjatuhan. Membasahi rok selutut yang dikenakan Mika. Ia masih tak percaya, pria pujaannya kini bersama wanita lain, bukan dia.

Semenjak kejadian itu, Mika tak pernah ingin melihat Akram kembali. Bagaimanapun, Akram telah melukai hatinya. Perasaan tulus yang dirajut oleh Mika selama ini terobek-robek bagai kertas lusuh di jalanan. Rumor bahwa Akram dan Sasha menjalin hubungan menambah sesak di dada. Jika saja Mika tak memiliki keinginan lagi untuk hidup, mungkin saja ia telah terjun dari lantai paling atas apartemen kota ini. Namun, Mika tak pernah sekalipun memiliki niat untuk melakukan hal itu. Mika hanya mendoakannya dari jauh, semoga kelak Akram bahagia bersama dengan Sasha. 'Dan jika suatu saat nanti kau tak bahagia bersama dengannya, maka jangan pernah kembali. Karena kembalimu nanti sama menyakitkannya dengan kepergianmu dahulu.'